Ada Lela, seorang wanita cantik dengan segala kesempurnaan fisiknya, yang menikah dengan Priagung, seorang penderita tuna rungu. Priagung menderita tuna rungu sejak lahir, dan itu menyebabkan dia tidak dapat berkomunikasi selancar orang kebanyakan. Tidak ada keraguan bagi Lela untuk menerima lamaran Priagung meski dia tahu kondisi Priagung yang berbeda dengan orang lain. Mereka tidak pacaran. Hanya berinteraksi sekali waktu, saat Lela berkunjung ke rumah saudaranya.
“Saya ingin punya suami yang tidak nakal,” begitu kata Lela sambil tersenyum. Mereka hidup bahagia dan sudah dikaruniai seorang putra.
Ada kisah antara Jajang dan Maryati. Jajang, terpaksa harus hidup di atas kursi roda setelah kakinya mengalami kelumpuhan akibat peristiwa tabrak lari yang menimpanya. Jajang bekerja sebagai pegawai di RS Fatmawati. Dia bertemu dengan Maryati, seorang suster yang juga bekerja di tempat yang sama. Alkisah, mereka memutuskan untuk menikah, setelah sebelumnya Maryati sempat dihinggapi keragu-raguan mengenai pasangannya. Tapi setelah melaksanakan sholat istikharoh, dia pun akhirnya mantap bahwa Jajang adalah jodoh yang dipilihkan untuknya.
Mereka pun menikah, meski sempat tidak direstui oleh orang tua Maryati. Dan mereka membuktikan bahwa cinta memang tidak memandang fisik. Pernikahan mereka kini telah berusia 23 tahun, dan telah dikaruniai seorang putrid yang kini beranjak dewasa.
Lalu yang ketiga, ada kisah dari seorang tuna netra bernama Muhammad Fitra Salahudin dan seorang wanita cantik bernama Saidah Fauzi.
Fitra, adalah seorang pemuda yang sedang berusaha menghilangkan kebiasaan buruknya minum-minuman keras, ketika suatu waktu ia menghadiri pesta yang diadakan oleh boss dari pacarnya. Dalam pesta yang menyediakan minuman berlkohol itu, dia kembali menenggak minuman setan itu dan pulang dalam kondisi mabuk berat. Dia menyetir mobil sambil tidur dan tiba-tiba terbangun dalam kegelapan. Wajahnya perih karena tertusuk pecahan-pecahan kaca, bola matanya sebelah keluar, dan sebelah lagi pecah. Tapi nyawanya tertolong dan dia harus menjalani dua kali operasi dengan 150 jahitan. Setelah kejadian itu, dia ditinggalkan oleh pacarnya yang tidak bersedia menerima kondisi fisiknya.
Fitra yang sudah tuna netra ingin mencari istri. Saya ingin istri yang Islami, katanya. Dan dikenalkanlah dia dengan Saidah. Saidah sendirilah yang menawarkan diri kepada keluarganya ketika ada tawaran yang datang.
Pada akhirnya, dua orang itu pun dipertemukan untuk saling mengenal satu sama lain. Mereka berbicara selama dua jam. Dan di akhir percakapan yang hanya dua jam itu, Saidah bersedia menikah dengan Fitra. Ya, dalam waktu hanya dua jam dia bersedia dinikahi oleh seorang yang-dalam kacamata manusia-tidak sempurna.
Saidah yakin, bahwa keinginan Fitra untuk menikahinya berasal dari hati. Fitra tidak bisa melihat, darimana lagi kalau bukan dari hati keinginan itu ada?
“ Saya selalu minta untuk diberi suami yang tidak hanya melihat saya secara fisik. Dan Allah ternyata benar-benar memberi saya suami yang tidak bisa melihat. Dia mengabulkan permohonan saya..” Subhanallah….
Cinta memang tanpa batas. Cinta tidak memandang seseorang itu cantik atau tidak, tampan atau tidak, kaya atau tidak, dan lain sebagainya. Cinta hadir karena Allah telah menganugerahkan perasaan itu bersemayam di dalam hati., tidak peduli seberapa buruk fisik seseorang. Cinta itu menerima setiap kekurangan dan kelebihan. Cinta itu indah di hati, meski tidak indah di mata…..begitu kan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
your Comment??